Junaid Al Baghdady rah.a berkata : Membaca kisah-kisah shahabat adalah salah satu bukti rasa syukur kepada Allah yang menguatkan hati para pengikutnya.” Ada seorang bertanya kepada beliau, “Apakah ada dalilnya?” (seperti gaya orang ahli dalil zaman sekarang aja – pen) Beliau menjawab, “Ya” Allah SWT berfirman :
“Dan semua kisah dari Rasul-Rasul, Kami ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu. Dan di dalam cerita ini engkau mendapatkan kebenaran serta peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud : 120)
Qadhi Iyadh rah.a berkata, “Di antara kewajiban kita dalam menghormati dan memuliakan Rasulullah saw termasuk juga menghormati dan memuliakan para shahabat ra, yaitu dengan menunaikan hak-hak mereka, mengikuti jejak langkah mereka, memintakan ampunan bagi mereka, menutupi segala perdebatan dan pertengkaran di antara mereka, menolak dan memerangi para ahli sejarah palsu, kaum Syi’ah dan perawi-perawi bodoh, yang telah menyebarkan kekurangan dan kelemahan para shahabat ra. Jika kita mendengar berita yang mengingkari kebaikan mereka, maka hendaknya ditakwilkan dengan kebaikan, dan hendaknya menyimpulkan dengan maksud yang benar atas berita tersebut. Ini adalah hak-hak mereka. Dan jangan sekali-kali mengingat keburukan mereka, tetapi kita harus menyampaikan dan menyebarkan kebaikan dan keutamaan mereka. Apabila kita mendengar aib-aib tentang mereka, maka hendaknya kita berdiam diri. Seperti sabda Rasulullah saw,
“Jika kalian mendengar keburukan-keburukan para shahabatku diperbincangkan, maka berdiam dirilah kamu.”
Allah berfirman dalam surat Al Fath ayat 29; Al Fath ayat 18; Al Ahzab ayat 23; dan At Taubah ayat 100. Ayat-ayat ini merupakan pujian dan kegembiraan Allah SWT terhadap para shahabat ra.
Selain itu, masih banyak lagi keutamaan para shahabat ra yang disebutkan dalam hadits-hadits Rasulullah saw. Nabi bersabda, “Setelah saya meninggal nanti, ikutilah Abu Bakar dan Umar.” Rasulullah bersabda, “Para shahabatku adalah seperti bintang di langit. Siapa saja di antara mereka yang kalian ikuti, pasti kalian akan mendapatkan petunjuk.” Para muhaddits meragukan hadits di atas. Oleh karena itu Qadhi Iyadh rah a tidak menukilkan hadits tersebut. Namun Mulla Ali Qari rah a menuliskan dan mengatakan bahwa hal ini mungkin saja, karena sanad perawi yang berbeda dan juga dari segi keutamaannya, hal itu dapat dibenarkan. Karena dalam masalah fadhilah, hadits yang tidak begitu shahih pun dapat digunakan.
Anas ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Para shahabatku adalah seperti garam dalam makanan. Makanan tanpa garam tidak akan ada rasanya.” Nabi saw juga bersabda, “Hendaklah kalian takut kepada Allah tentang para shahabatku, jangan sampai kalian mencaci maki mereka. Barang siapa yang mencintai mereka, hendaknya mencintai mereka semata-mata karena cintanya kepadaku. Barangsiapa memusuhi mereka, maka seolah-olah ia memusuhiku dan barangsiapa yang menyakiti mereka maka seolah-olah ia menyakitiku. Dan barang siapa yang menyakitiku, berarti dia menyakiti Allah SWT. Sedangkan barang siapa yang menyakiti Allah SWT, maka sesungguhnya siksa Allah sangat dekat.”
Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian menyakiti para shahabatku. Seandainya ada di antara kalian yang memberikan sedekah berupa emas sebesar gunung Uhud, tidak akan sebanding dengan sedekah satu atau setengah mud saja yang dikeluarkan oleh para shahabatku.” Sabda Nabi saw, “Barang siapa yang menyakiti shahabatku, maka Allah akan melaknatnya, juga laknat dari para malaikat, dan juga seluruh manusia. Dan tidak akan diterima ibadahnya yang fardhu ataupun yang sunnah.” Sabda Nabi saw, “Selain para Nabi as, Allah memilih para shahabat ra dari sekian makhluk-Nya dan di antara para shahabat, maka Allah memilih empat orang shahabat yang istimewa, di antaranya : Abu Bakar Shiddiq ra, Umar bin Khaththab ra, Utsman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra.
Dari Abdullah bin Umar r.huma bahwasanya ia berkata, “Barangsiapa yang ingin mengambil cara hidup, hendaklah ia mengambil contoh cara hidup orang-orang yang telah mati, yaitu shahabat-shahabat Nabi saw. Mereka adalah sebaik-baik umat ini, paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, dan paling ringan amalannya. Mereka adalah kaum yang telah dipilih oleh Allah SWT untuk menjadi pendamping Nabi-Nya saw dan menjadi PENYEBAR AGAMA-Nya. Karena itu contohlah akhlak dan cara hidup mereka! Demi Allah Penguasa Ka’bah, mereka adalah shahabat-shahabat Nabi saw dan mereka selalu berada di atas petunjuk jalan yang lurus.” (HR. Abu Nu’aim dalam kitab Al Hilyah jilid I halaman 305)